Latest News

Wednesday, September 28, 2011

Cadangan Gas Bumi Indonesia masih 59 Tahun Lagi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meyakini kalau potensi cadangan gas Indonesia masih bisa bertahan 59 tahun lagi. Dengan cadangan gas mencapai 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF.

Perkiraan potensi tersebut didasarkan pada status tahun 2008, dengan komposisi tersebut Indonesia memiliki reserve to production (R/P) mencapai 59 tahun.

Dengan cadangan gas yang masih besar, untuk itu maka pemerintah dalam rangka mendukung perencanaan pasokan gas untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri melakukan kajian dan menetapkan Neraca Gas Bumi Indonesia 2010-2025 dan menetapkan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional serta memprioritaskan pemanfaatan melalui Kebijakan Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi dalam Negeri.

Terkait dengan pemanfaatan gas bumi untuk domestik, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No.03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Kebutuhan Dalam Negeri.

Menteri ESDM menetapkan alokasi gas bumi untuk ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri secara optimal dengan mempertimbangkan ketersediaan infrastruktur dan keekonomian pengembangan lapangan gas bumi.

Selain itu dalam Permen ESDM No. 03 Tahun 2010 Pasal 4 dijelaskan bahwa dalam rangka mendukung pemenuhan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri, Kontraktor wajib ikut memenuhi kebutuhan Gas Bumi dalam negeri dengan menyerahkan sebesar 25% dari hasil produksi Gas Bumi bagian kontraktor.

Sekiranya pemenuhan kebutuhan domestik belum terpenuhi dengan kuota 25% maka Menteri ESDM menetapkan kebijakan alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi dari cadangan Gas Bumi yang dapat diproduksikan dari setiap lapangan Gas Bumi pada suatu Wilayah Kerja.

Sumber : http://www.inilah.com/read/detail/358472/cadangan-gas-bumi-indonesia-masih-59-tahun-lagi/

Tuesday, September 27, 2011

Mobil Masa Depan Pakai Reaktor Nuklir?

Pada Chicago Auto Show tahun 2009 lalu, Cadillac memperkenalkan World Thorium Fueled, konsep kendaraan mereka yang menggunakan bahan bakar energi nuklir. Meski ketika itu mobil itu belum dipasangi reaktor nuklir, teknologi itu disebut-sebut bisa diwujudkan.

Benar saja. Charles Stevens, peneliti dari Laser Power Systems, perusahaan riset dan pengembangan asal Massachusetts, Amerika Serikat berhasil membuat prototipe laser bertenaga thorium yang bisa dipakai untuk memproduksi energi yang cukup untuk menggerakkan kendaraan.

Kelebihannya, menurut sebuah laporan di Txchnologist, teknologi ini tidak menghasilkan emisi gas buang.

Berbeda dengan reaktor nuklir bertenaga thorium berskala kecil yang digunakan pada konsep mobil buatan Cadillac, prototipe sistem yang dibuat oleh Steve menggunakan laser �MaxFelaser� berbahan bakar thorium.

Disebutkan, pancaran sinar MaxFelaser itu bisa mengubah air menjadi uap bertekanan, memutar turbin dan menghasilkan listrik. Sistem itu bisa memproduksi listrik hingga 250 kilowatt (setara dengan sekitar 335 tenaga kuda), memiliki berat sekitar 227 kilogram dan bisa dipasang di mobil.

Kedengarannya memang luar biasa. Tetapi apakah konsep ini realistis?

Dikutip dari Cnet, 7 September 2011, thorium disebut-sebut oleh sejumlah ilmuwan nuklir, dan bahkan telah menjadi materi bahasan di Google dan TEDx sebagai sumber bahan bakar nuklir yang lebih baik dibanding uranium.

Selain radioaktif yang lebih rendah dan jumlahnya lebih banyak dibanding uranium, thorium telah diuji coba oleh peneliti asal China sebagai salah satu bahan bakar potensial untuk reaktor nuklir. Mengganti uranium dengan thorium di reaktor nuklir mungkin tidak menjadi masalah, namun memasangnya di mobil bukanlah perkara mudah.

Meski reaktor nuklir skala kecil berbahan bakar thorium secara teoritis bisa dimungkinkan, namun tidak ada satupun yang didesain untuk dipasang di mobil. Sistem yang digunakan Stevens menggunakan laser berbahan baku thorium untuk mengubah air menjadi uap yang bisa digunakan di mobil.

Walaupun Stevens belum mengungkapkan sistem miliknya dalam bentuk foto atau media visual lainnya, ia mengklaim bahwa MaxFelaser sudah ia buat sejak 1985 dan kini sudah berhasil dipasang di turbin Tesla yang telah dimodifikasi dan di generator yang ia buat sendiri.

Stevens sendiri belum menentukan kapan prototipe sistem yang ia buat bisa selesai atau apakah teknologi yang ia kembangkan bisa diimplementasikan secara luas. Dan mesipun ia berhasil menuntaskan pembuatan mobil berbahan bakar thorium, isu seputar keselamatan berkendara akan marak.

Sumber : http://teknologi.vivanews.com/news/read/245412-mobil-masa-depan-pakai-reaktor-nuklir-

Sunday, September 25, 2011

DMO Gas Bumi, Dorong Ketahanan Energi Nasional

Mahalnya biaya energi menjadi salah satu faktor kunci penyebab lemahnya daya saing bisnis dan perekonomian nasional. Akankah kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) Gas Bumi menjadi solusi strategi ketahanan energi.

Ketahanan energi menjadi agenda yang semakin mendesak bagi bangsa ini. Sebagai salah satu penggerak roda perekonomian, energi memainkan peranan penting dalam ketahanan nasional. Apalagi, kompetisi dalam memperebutkan sumber energi di antara negara-negara di dunia diperkirakan akan semakin ketat.

Indonesia diuntungkan karena dianugerahi potensi kekayaan alam yang melimpah ruah. Kekayaan energi gas bumi negeri ini jelas merupakan sumber yang sangat strategis dalam rangka pengembangan politik dan perekonomian bangsa. Namun sayang pengelolaannya justru terkesan setengah hati.

Potensi energi yang luar biasa besarnya ternyata diobral murah kepada pihak asing tanpa dibarengi dengan kemampuan mengkaji ulang akan kontribusi timbal balik yang diraih bangsa ini. Bila ingin mengoptimalkan pemanfaatan ladang energi yang bertebaran di negeri ini, upaya menata ulang sistem pengelolaan energi harus digagas sejak dini.

Pemerintah harus berani untuk merumuskan serta memberlakukan format kontrak bagi hasil atau kontrak kerja sama yang lebih mengedepankan prinsip pemenuhan dan memprioritaskan kepentingan nasional. Sungguh ironis Indonesia berteriak kurang pasokan untuk memenuhi kebutuhan sendiri di dalam negeri. Tidak optimalnya kinerja pengelolaan kekayaan energi sebagai salah satu faktor penting ketahanan energi nasional menjadi biang kerok yang belum tertuntaskan hingga detik ini.

Indikasi tidak optimalnya pengelolaan kekayaan energi nasional salah satunya dibuktikan dari kondisi produksi dan cadangan migas yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Di sisi lain, cost recovery-nya justru mengalami peningkatan seiring dengan perjalanan waktu. Pemerintah selalu berdalih bahwa dalam rangka meningkatkan produksi dan cadangan minyak dan gas bumi, pemerintah memberikan berbagai bentuk insentif kepada kontraktor minyak asing menjadi kebijakan yang ideal.

Ternyata kontraktor minyak asing telah menguasai mayoritas blok migas yang dimiliki Indonesia. Sekitar 65% berada dalam pengendalian asing, sedangkan 24,27% dikuasai oleh perusahaan nasional dan selebihnya dipegang oleh perusahaan patungan. Kondisi ini kian diperparah dengan adanya regulasi yang hanya mewajibkan para kontraktor untuk menyetor 25% dari hasil produksinya untuk pasokan domestik. Itu artinya bahwa sekitar 75% hasil produksi para kontraktor justru diberikan keleluasaan dalam memanfaatkannya.

Tidak mengherankan bila kemudian kekayaan alam yang melimpah ruah itu justru tidak memberi dampak positifnya bagi kehidupan publik. Rakyat pun hanya dapat mencium aroma kekayaan alam yang menggunung itu, namun untuk merasakan manfaat riilnya.

Sebenarnya pemerintah menyadari hal itu, beberapa kebijakan pemerintah terkait DMO yang tertuang dalam UU Migas No 22/2001 maupun dalam Peraturan pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM, namun belum mampu mengatasi persoalan strtaegis terkait minimnya pasokan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Selain beberapa ketentuan DMO dalam beberapa pasal utama UU Migas No 22/2001, sempat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam keputusan pada tanggal 21 Desember 2004, Panitia Angket (atau Pansus) Kenaikan Harga BBM DPR dalam salah satu keputusan Pansus Hak Ngket BBM DPR adalah agar UU Migas No 22/2001 segera diganti.

Secara politis, keputusan Pansus itu merupakan sinyal bahwa UU No 22/2001 sudah tidak layak lagi memperoleh dukungan DPR sehingga seyogjanya harus segera diperbaiki atau diganti.

Dari sisi historis, patut diketahui kenapa ketentuan DMO dimasa lalu relatif kecil, pasalnya permintaan gas dalam negeri relatif kecil disamping itu harga minyak masih rendah, begitu juga dengan infrastruktur pipa gas belum banyak tersedia.

Namun kini kondisinya telah berubah signifikan.Harga BBM melonjak tinggi, menjadikan gas bumi pilihan energi yang paling efisien. selain itu lebih ramah lingkungan, infrastruktur pipa gas juga sudah banyak dibangun Perusahaan Gas Negara (PGN).

Walaupun rencana proyek itu sudah dicanangkan sejak 2005-2006, yang artinya sudah ada pemikiran sejak awal bahwa akan terjadi lonjakan kebutuhan gas domestik, dengan melihat kondisi ini seakan-akan pemerintah tidak pernah mempersiapkannya dengan baik. Untuk menyiasati keterbatasan infrastruktur pula pemerintah merekomendasikan pembangunan unit-unit baru pabrik pupuk atau pembangkit listrik dibangun di dekat lokasi proyek migas.

Harga gas merupakan salah satu kegamangan pemerintah. Hal itu didasarkan pada kondisi bahwa pengembangan gas bumi yang semakin memerlukan modal besar dan teknologi tinggi. �Jadi untuk mencapai keekonomian, harus mencapai harga tertentu. Dengan harga tertentu itu, biasanya domestik tidak memungkinkan [membeli],� ungkap Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo.

Berdasarkan PP No.55/2009 disebutkan harga gas bumi dinegosiasikan antara kontraktor dan konsumen dalam negeri, dengan memperhatikan keekonomian proyek. Dengan kata lain, harga gas bumi untuk domestik memang tidak diatur karena PP itu hanya mengatur mengenai batasan 25% secara volume. Itu juga berarti konsumen dalam negeri harus berlomba dengan konsumen asing untuk mendapatkan gas tersebut.

Dengan tetap menghormati kontrak ekspor jangka panjang yang memang sudah terjadi, maka pemerintah perlu merombak aturan DMO-nya, terutam bagi pengelolaan sumur gas yang baru, agar memasok terlebih dahulu kebutuhan dalam negeri dan kelebihannya dapat diekspor. Bagi kontraktor blok migas bumi yang sudah terlanjur tandatangan kontrak jangka panjang, ekspornya dibatasi pada volume minimal, sehingga masih ada alokasi untuk pasokan dalam negeri.

Tentunya harus diimbangi dengan kajian keekonomisain pengelolaan blok gas bumi dan insentif khusus bagi perusahaan yang memprioritaskan pasokan dalam negeri. Dengan konvesi BBM ke gas bumi, maka negara dapat menghemat ratusan triliun devisa negara. Tercatat sejak tahun 2002 hingga 2008, Indonesia mengeluarkan devisa negara Rp 643,1 triliun atau US$ 67,7 miliar. Tahun 2008 sebanyak Rp 115,7 triliun atau US$ 16,4 miliar devisai karena harus mengimpor BBM.

Konversi sumber energi minyak ke gas bumi, dikalkulasikan dapat menghemat biaya produksi sebesar Rp 24 triliun per tahun. dengan suplai gas bumi ke PLN, misalnya penghematan untuk subsidi BBM bisa mencapai Rp 12-15 triliun per tahun. Bahkan jika seluruh pembangkit listrik PLN semua dikonversi ke ga bumi, maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan subsidi listrik yang angkanya mencapai puluhan trilin rupiah.

Data pemerintah menunjukkan pemakaian gas domestik hingga 2008 lalu masih berada di posisi 47,81% atau setara dengan 3.769 juta kaki kubik per hari.Adapun, ekspor masih dominan dengan 4.114 MMscfd. Dari segi volume, pasokan gas ke domestik sejatinya tidak banyak bergerak dalam 5 tahun terakhir, yaitu di posisi antara 3.500 MMscfd dan tertinggi pada realisasi 2008 lalu. Artinya, komitmen 64,1% pasokan itu baru timbul pada masa depan dan dalam jangka panjang, beberapa kondisi masih perlu dipenuhi untuk bisa merealisasikannya.

Komitmen PGN

Salah satu perusahaan negara PGN memiliki kewajiban moral untuk berkomitmen memberi pasokan gas bagi kebutuhan industri dalam negeri. PGN berjanji akan memenuhi kebutuhan gas bagi industri di dalam negeri. Komitmen itu dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman (MoU) antara PGN dengan Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB).

Dirut PGN Hendi Priyo Santoso berjanji akan memenuhi kebutuhan pasokan gas sebesar 2.900 MMSCFD dan mendukung pertumbuhan industri di 2011 sebesar 6%. MoU akan mengikat spirit industri nasional untuk memperoleh porsi yang wajar (gas) yang dibutuhkan untuk industri dalam negeri. Apabila infrastruktur terutama gas dapat dipasok memadai dengan harga yang komersial maka pertumbuhan industri akan meningkat melebihi 6%.

PGN akan memberi alokasi yang lebih besar dari yang saat ini diberikan pada industri selama 2011 hingga 2013. Sebagai contoh alokasi gas dari PGN ke industri makanan dan minuman tahun ini mencapai 35,99 mmscfd, yang ditingkatkan menjadi 43,18 mmscfd. Sementara, pada industri logam dari 972,45 mmscfd ditambah menjadi 1166,94 mmscfd, dan industri keramik dari 144,72 mmscfd menjadi 173,66 mmscfd.

Hendi berharap agar alokasi gas bumi yang diberikan dapat terus meningkat karena memiliki dampak positif untuk mendorong pergerakan roda perekonomian nasional. Syaratnya, perlu diimbangi dengan komitmen untuk mendukung peningkatan produksi gas bumi nasional dan penyalurannya untuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri.

Sejalan dengan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2010 mengenai Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 serta Penugasan Pemerintah pada rapat koordinasi dengan Wakil Presiden tanggal 18 Januari 2010, PGN melaksanakan pembangunan terminal penerimaan LNG di Sumatera Utara dan Teluk Jakarta.

Upaya lain yang dilakukan, lanjut Hendi adalah partisipasi di bidang hulu gas bumi. Anak usaha PGN, telah ikut serta pada pengembangan Coal Bed Methane atau Gas Metana Batubara, melalui keikutsertaan pada kontrak kerja sama untuk pengembangan Blok CBM di Sumatera Selatan.

Sejalan dengan visi dan misi PGN yang terus mengupayakan peningkatan ketersediaan pasokan gas baik konvensional maupun non-konvensional untuk pemenuhan kebutuhan gas di dalam negeri. Berangkat dari visi baru PGN bertekad menjadi perusahaan kelas dunia dalam pemanfaatan gas bumi. Kedepannya PGN berusha terus meningkatkan nilai tambah perusahaan bagi stakeholders melalui penguatan bisnis inti di bidang transportasi, niaga gas bumi dan pengembangannya.

"Namun keberhasilannya sangat ditentukan oleh kerja sama dari sektor hulu, konsistensi kebijakan pemerintah dan dukungan dari stakeholders akan peran dan kontribusi yang dapat diberikan oleh PGN," papar Hendi kepada Business Review, ditengah acara buka puasa bersama dengan wartawan pasar modal.

Sebenarnya pemerintah telah memiliki beberapa target pengembangan lapangan gas bumi yang siap dieksplorasi dan diproduksi. Pada 2011, Blok A, Jambi Merang, Randublatung, Gajah Baru, lepas pantai Natuna, Lapangan Ruby, Sebuku, Kepodang, lepas Pantai Bawean, dan Kangean diharapkan mulai menggenjot produksi.

Tahun berikutnya, pemerintah berharap gas Cepu dari Jimbaran, Madura, Donggi-Senoro, South Mahakam Phase-2, South Sembakung Simenggaris. Pada 2013 giliran lapangan Coridor (Sumpal, Dayung Suban 3), dan Rapak Ganal yang akan dikembangkan. Di ujung masa pemerintahan, permulaan pengembangan Natuna D-Alpha dan Masela diharapkan bisa menjadi kado manis pemerintah.

Tak Sekedar Hemat Energi

Mengacu pada perencanaan yang disusun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kebutuhan energi Indonesia pada tahun 2025 adalah sebesar 8,3 juta barel equivalent per hari. Apabila produksi minyak dan gas bumi konstan, yaitu 2.300.000 BOEPD seperti saat ini, maka pada tahun 2025 migas hanya akan mensuplai kebutuhan energi sebesar 28 persen saja, atau turun dari posisi saat ini sebagai pemasok 77 persen kebutuhan energi nasional.

Yang menjadi pertanyaan, apakah dalam waktu 15 tahun sumber energi lain dapat dikembangkan agar mampu memenuhi 72 persen kebutuhan energi tahun 2025 ?.

Patut dicatat saat ini energi lain hanya mendukung 23 persen kebutuhan energi. Apabila pemenuhan kebutuhan energi tetap dibebankan kepada sumber energi migas, maka langkah utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan cadangan migas.Tanpa peningkatan cadangan, usaha untuk meningkatkan produksi juga menjadi tidak mungkin dilakukan. Selama 10 tahun belakangan ini cadangan minyak terbukti turun rata-rata 2,4 persen per tahun. Idealnya, setiap produksi 1 barel, harus digantikan dengan adanya penemuan cadangan 1 barel.

Pada tahun 2010, total produksi 344 juta barel setahun, hanya digantikan oleh cadangan sebesar 140 juta barel. Artinya, reserve replacement ratio (RRR) hanya sebesar 41 persen. Artinya, setiap 100 barel produksi hanya digantikan oleh 87 barel. Akibat rendahnya penemuan, cadangan minyak Indonesia yang besarnya 0,3 persen cadangan dunia, hanya cukup memenuhi kebutuhan selama 12 tahun. Sementara cadangan gas bumi yang besarnya 8,7 persen cadangan dunia, cukup memenuhi kebutuhan 44 tahun.

Rudi Rubiandini R.S, Guru Besar dan Petroleum Engineering Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan sebenarnya potensi peningkatan cadangan masih terbuka lebar mengingat sebagian besar lapangan produksi belum dieksplorasi secara maksimal. Melalui penggunaan teknologi tinggi, KKKS produksi diharapkan dapat melakukan kegiatan Teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) yang saat ini baru diterapkan di beberapa lapangan. Apabila kegiatan EOR berhasil meningkatkan recovery factor 10 persen, maka akan ada tambahan cadangan sebesar 4,3 miliar. Penambahan ini lebih besar dari cadangan minyak terbukti nasional yang hanya 3,7 miliar barel.

Namun, peningkatan kegiatan yang berisiko tinggi pada Kontraktor KKS produksi tersebut membutuhkan kepastian investasi melalui peraturan perundangan dan bentuk kontrak yang menarik. Karena itu diusulkan agar Indonesia memiliki beberapa jenis kontrak yang dapat mengakomodasi keekonomian berbagai jenis lapangan besar maupun kecil, daerah aman maupun frontier.

"Kepastian hukum juga dibutuhkan pada proses perpanjangan kontrak kerjasama. Tanpa kepastian hukum dan rezim kontrak yang menjanjikan keuntungan dan kepastian bagi investor, kegiatan investasi sulit direalisasi," tandas Rudi.

Artinya banyak peluang baik secara sentuhan bisnis dalam perbaikan jenis kontrak, maupun sentuhan teknologi yang bisa diusahakan, sehingga bisa meningkatkan cadangan dan akhirnya meningkatkan produksi minyak dan gas bumi. Apabila semua kegiatan tersebut dilaksanakan, yaitu perbaikan sistim bisnis migas yang akan menaikan kegiatan eksplorasi, dan merangsang penggunaan teknologi tinggi dalam usaha produksi menjadi satu kesatuan dari hulu sampai hilir, maka jargon di dunia migas �Resource to Reserve to Production" (R2R2P) akan terlaksana di Indonesia.

Saat ini terdapat 107 Wilayah Kerja eksplorasi, namun sebanyak 77 wilayah kerja di antaranya tidak mampu memenuhi komitmen pasti untuk merealisasi kegiatan seismik, ataupun merealisasi kegiatan pengeboran eksplorasi karena berbagai kendala di lapangan seperti tumpang tindih, izin lahan yang belum tuntas, masalah social dan sebagainya.

Nah ada beberapa benang merah yang dapat disimpulkan. Pertama, kekurangan energi tahun 2025 tidak bisa dijawab dengan �penghematan� karena posisi ekonomi Indonesia yang masih harus tumbuh mengejar ketertinggalan, maka usaha �pemenuhan� energi menjadi satu-satunya jalan.

Kedua, kenaikan kebutuhan energi sebesar 7 persen per tahun bila hanya diimbangi dengan kenaikan energi non-migas diperlukan kenaikan 15,5 persen per tahun, sehingga menjadi kesempatan besar bagi pengembangan energi baru dan terbarukan.

Ketiga, beban kebutuhan energi nasional pada non-migas, hampir merupakan sebuah kemustahilan. Oleh karena itu, peningkatan produksi migas menjadi suatu keharusan yang tidak mungkin ditawar lagi. Keempat, apabila usaha-usaha eksploitasi migas secara operasional sudah maksimal, Indonesia harus mampu memperbaiki iklim investasi yang kondusif, sehingga investor mau datang, antara lain melalui perbaikan UU yang terkait dengan energi, bentuk-bentuk kontrak, sistim fiskal, kepastian hukum, dan jaminan keamanan, serta terobosan-terobosan kebijakan yang menarik untuk meningkatkan investasi untuk pengembangan EOR, IOR, pemasaran Blok Baru, Reenjinering pengelolaan Data Migas.

Kelima, wajib meningkatkan kapabilitas dalam mengelola industri migas, baik dari sisi infrastruktur, peralatan, SDM, teknologi, riset ataupun permodalan. Keenam, agar R2R2P harus menjadi kesatuan melalui: ekstensifikasi, yaitu meningkatkan cadangan melalui kegiatan eksplorasi; dan intensifikasi, yaitu meningkatkan produksi melalui peningkatan Recovery Factor dengan teknologi EOR, IOR.

Nah dari beberapa poin diatas diharapkan bisa memberi solusi bagi kelangsungan gas bumi di tanah air dan memberi kemaslahatan bagi masyarakat dan pelaku industri di tanah air. Namun semuanya tergantung dari kebijakan pemanggu kekuasaan negara.

Itu yang menjadi harapan semua, sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ayat 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. 3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Masalahnya ternyata sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua. Pengertian "untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" menjadi sempit yaitu hanya dalam bentuk pajak dan royalti yang ditarik oleh pemerintah, dengan asumsi bahwa pendapatan negara dari pajak dan royalti ini akan digunakan untuk sebasar-besar kemakmuran rakyat. Keterlibatan rakyat dalam kegiatan mengelola sumberdaya hanya dalam bentuk penyerapan tenaga kerja oleh pihak pengelolaan sumberdaya alam tidak menjadi prioritas utama dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.

Begitu pula dalam bidang pertambangan Migas (Minyak dan Gas Bumi) dan Pertambangan Umum. Untuk kontrak bagi hasil dalam kuasa Pertambangan Migas, Pertamina (Perusahaan Minyak Negara), memang pemegang tunggal kuasa pertambangan Migas, tetapi kontrak bagi hasil dari eksploitasi sampai pemasarannya diberikan ke perusahaan-perusahaan besar.

Sementara penghasilan negara dari sektor pengelolaan sumberdaya alam ini tidaklah langsung 'menetas' pada masyarakat lokal di sekitar sumberdaya alam itu sendiri (seperti yang diagungkan oleh pendekatan trickle down effect), melainkan lebih banyak ke kantong para pengusahanya dan ke pusat pemerintahannya. Tingkat korupsi yang tinggi, lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi serta akuntabilitas pemerintah menyebabkan upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya dari sektor pengelolaan sumberdaya alam menjadi kabur dalam praktiknya.

Semoga kedepannya pengelolaan sumber energi tidak demikian. Ada arah kebijakan dan keberpihakan negara terhadap rakyat. Demi kemakmuran yang sesungguhnya dan tidak semata fatamorgana.

Sumber : http://www.businessreview.co.id/kebijakan-bisnis-ekonomi-1932.html

Friday, September 23, 2011

Pembangkit Listrik dari Kotoran Sapi

Gemuruh suara mesin diesel membelah keheningan perbukitan Desa Cimekar, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Suara itu mungkin tak berbeda dengan suara generator pembangkit listrik biasa. Namun, sebenarnya generator milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu bukanlah generator biasa.

Pembangkit listrik itu menggunakan biogas dari kotoran sapi sebagai sumber energi utamanya, sedangkan solar yang digunakan hanya 30 persen. "Kami menggunakan sistem dual fuel, yang sedang dikembangkan," kata Aep Saepudin, Kepala Subbidang Sarana Rekayasa Tenaga Listrik dan Mekatronik Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika (P2 Telimek) LIPI, yang memimpin penelitian di sana.

Selama beberapa tahun terakhir, Aep dan peneliti LIPI lainnya memang tengah mengembangkan Bioelektrik, mesin pembangkit listrik bertenaga biogas dari sampah organik. Biogas dari beragam sampah organik tersebut telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin pembangkit listrik berbahan bakar bensin atau elpiji. Mereka meneliti biogas karena beberapa literatur menyebutkan hanya diperlukan 0,03 meter kubik biogas untuk menghasilkan listrik sebesar 1 kWh.

Untuk membuat Bioelektrik, Aep memanfaatkan generator berbahan bakar bensin atau elpiji yang ada di pasar. Generator berkapasitas rata-rata 700 watt itu tidak memerlukan modifikasi yang berarti selain penambahan aerator. Cukup menyuntikkan biogas yang ditampung menggunakan aerator, motor pembangkit listrik berputar kencang. Aerator adalah alat yang berfungsi menaikkan tekanan gas agar mudah terpantik percikan listrik dari busi di ruang mesin.

Sayangnya, pembangkit listrik berbahan bakar bensin atau elpiji terbatas kapasitasnya, di kisaran 700-2.000 watt, sehingga kurang ekonomis. Kepala Subdidang Laboratorium Motor Bakar LIPI Arifin Nur mengatakan, untuk memproduksi listrik berdaya besar, mereka harus menggunakan generator mesin diesel dengan solar sebagai bahan bakarnya. "Belum ada di seluruh dunia, teknologi yang bisa menggantikan solar dengan biogas," katanya.

Untuk mengatasi masalah itu, mereka akhirnya melakukan terobosan dengan mengaplikasikan sistem dual fuel. Sistem itu menggabungkan dua macam bahan bakar, yaitu solar dan biogas dari kotoran sapi, untuk menggerakkan mesin diesel pembangkit listrik berkapasitas 10 ribu watt. Modifikasi yang dilakukan untuk membuat generator sistem dual fuel ini tidak banyak, mesin pun tidak diobok-obok sama sekali.

Modifikasi yang dilakukan hanya menambahkan perangkat regulator dan mixer yang dipasang di saluran udara yang terhubung ke ruang pembakaran mesin diesel itu. Regulator berfungsi untuk mengatur laju rata-rata atau flow rate aliran biogas yang memasuki mesin. Mixer membantu pencampuran antara udara dan biogas yang terisap mesin menjadi campuran udara yang homogen. "Ini teknologi sederhana, sudah banyak diaplikasikan," kata Arifin.

Perangkat berupa pipa logam pendek ini diselipkan di tengah-tengah pipa saluran lubang pemasukan udara mesin itu. Pada pipa logam itu dipasangi semacam nozzle, yang tersambung ke pipa paralon tempat biogas dialirkan. Dari nozzle itu, aliran biogas "disuntikkan" agar bercampur dengan udara yang disedot oleh genset tersebut.

Meski sedikit, solar tetap dibutuhkan untuk pre-combution atau pemicu pembakaran di ruang mesin karena sistem mesin diesel menggunakan sistem kompresi untuk pemicu pembakarannya. Ini berbeda dengan mesin berbahan bakar bensin yang menggunakan percikan listrik dari busi sebagai pemicu pembakaran di ruang mesin.

Sebenarnya sistem serupa yang dikembangkan di luar negeri bisa menekan penggunaan solar sampai tinggal 10 persen. Namun, pembangkit listrik yang dikembangkan LIPI diatur menggunakan komposisi 30 persen solar dan 70 persen biogas mesin. Dengan setting itu, biogas yang disuntikkan ke genset hanya 20 liter per menit atau 1,2 meter kubik biogas tiap jam.

Sistem ini terbukti dapat memangkas penggunaan solar hingga separuhnya. Untuk menyalakan mesin pembangkit 10 kWh selama delapan jam tanpa henti, biasanya dibutuhkan 8 liter solar, dengan rata-rata konsumsi bahan bakar spesifik satu jam membutuhkan seliter solar. Dengan sistem dual fuel, solar yang digunakan hanya berkisar 3-4 liter.

Dalam pengujiannya, mesin pembangkit listrik sistem dual fuel 10 kWh di Desa Girimekar, Cilengkrang, baru digunakan untuk pemakaian maksimal empat jam dengan daya listrik 8 kWh. Dengan pemakaian selama itu, biogas yang disedotnya mencapai 14,4 meter kubik. "Konsumsi bahan bakar (solar) turun dari 1 liter per jam menjadi 0,4 liter per jam," Arifin menandaskan.

Arifin mengakui penghematan itu belum memasuki angka ekonomis jika digunakan di Jawa dan Sumatera. Tapi di daerah yang sulit mendapatkan pasokan bahan bakar, seperti di daerah atau pulau terpencil, teknik dual fuel ini dapat menjadi alternatif.

Pengoperasiannya pun tidak rumit. Sebelum mesin diesel dinyalakan, aliran biogas ke dalam mesin itu disetel dengan kecepatan rata-rata aliran 20 liter per menit. Setelah itu baru kunci starter diputar untuk menyalakan genset. Suara gemuruhnya memekakkan ruangan riset seukuran garasi mobil itu. Istimewanya, asap yang mengepul keluar dari mesin itu berwarna putih dan relatif tipis. Tidak ada jelaga hitam yang biasa terlihat dari mesin diesel.

Genset dual fuel itu diharapkan dapat menjadi contoh bagi masyarakat. Idealnya, kata Aep, pemanfaatan biogas akan berguna bagi peternakan sapi yang mempunyai suplai kotoran yang melimpah.

Sayangnya, listrik yang dihasilkan pembangkit yang kapasitasnya lumayan besar ini belum bisa digunakan oleh warga Cilengkrang. Padahal di kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung itu baru separuh warganya yang menikmati listrik. Masalahnya, papar Aep, membuat jaringan listrik untuk mengalirkan listrik butuh rupiah yang tidak sedikit.

Camat Cilengkrang Maslan mengatakan baru 60 persen dari 11 ribu keluarga di daerah itu yang tersambung dengan listrik PLN. Kini Maslan tengah mengajukan proposal kepada Pemerintah Kabupaten Bandung untuk pembangunan jaringan listrik. "Kalau disetujui, warga di sini bisa memanfaatkan listriknya," katanya.

Setiap tahun Pemerintah Kabupaten Bandung hanya menganggarkan Rp 5 miliar untuk pemasangan listrik PLN. Dana sebesar itu hanya cukup untuk biaya pemasangan listrik bagi 500 keluarga sehingga dana itu digilir dari satu kecamatan ke kecamatan yang lain. Bantuan terakhir diterima Cilengkrang pada 2007 untuk 65 keluarga.

Maslan menyimpan harapan besar terhadap proyek LIPI itu untuk memberikan listrik bagi warganya. Di kecamatan itu hampir 70 persen warganya merupakan peternak sapi. Dia menghitung total sapi yang berada di kecamatannya mencapai 2.000 ekor, terdiri atas sapi perah dan sapi potong.

Jika setiap sapi menghasilkan 15 kilogram kotoran dalam sebulan, tak kurang dari 300 ton kotoran sapi bisa dimanfaatkan setiap bulan. Dia sudah berencana pembangkit serupa sudah dimintanya untuk dikembangkan di dua desa lainnya di kecamatannya.

Sumber : http://www.tempo.co/hg/sains/2009/08/18/brk,20090818-193168,id.html

Energi Matahari

Energi surya atau matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan jika dieksploitasi dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama. Matahari dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan. Potensi masa depat energi surya hanya dibatasi oleh keinginan kita untuk menangkap kesempatan.Ada banyak cara untuk memanfaatkan energi dari matahari. Tumbuhan mengubah sinar matahari menjadi energi kimia dengan menggunakan fotosintesis. Kita memanfaatkan energi ini dengan memakan dan membakar kayu. Bagaimanapun, istilah �tenaga surya� mempunyai arti mengubah sinar matahari secara langsung menjadi panas atau energi listrik untuk kegunaan kita. dua tipe dasar tenaga matahari adalah �sinar matahari� dan �photovoltaic� (photo- cahaya, voltaic=tegangan)Photovoltaic tenaga matahari: melibatkan pembangkit listrik dari cahaya. Rahasia dari proses ini adalah penggunaan bahan semi konduktor yang dapat disesuaikan untuk melepas elektron, partikel bermuatan negative yang membentuk dasar listrik.

Bahan semi konduktor yang paling umum dipakai dalam sel photovoltaic adalah silikon, sebuah elemen yang umum ditemukan di pasir. Semua sel photovoltaic mempunyai paling tidak dua lapisan semi konduktor seperti itu, satu bermuatan positif dan satu bermuatan negatif. Ketika cahaya bersinar pada semi konduktor, lading listrik menyeberang sambungan diantara dua lapisan menyebabkan listrik mengalir, membangkitkan arus DC. Makin kuat cahaya, makin kuat aliran listrik.

Sistem photovoltaic tidak membutuhkan cahaya matahari yang terang untuk beroperasi. Sistem ini juga membangkitkan listrik di saat hari mendung, dengan energi keluar yang sebanding ke berat jenis awan. Berdasarkan pantulan sinar matahari dari awan, hari-hari mendung dapat menghasilkan angka energi yang lebih tinggi dibandingkan saat langit biru sedang yang benar-benar cerah.

Saat ini, sudah menjadi hal umum piranti kecil, seperti kalkulator, menggunakan solar sel yang sangat kecil. Photovoltaic juga digunakan untuk menyediakan listrik di wilayah yang tidak terdapat jaringan pembangkit tenaga listrik. Kami telah mengembangkan lemari pendingin, yang bernama Solar Chill yang dapat berfungsi dengan energi matahari. Setelah dites, lemari pendingin ini akan digunakan oleh organisasi kemanusiaan untuk membantu menyediakan vaksin di daerah tanpa listrik, dan oleh setiap orang yang tidak ingin bergantung dengan tenaga listrik untuk mendinginkan makanan mereka. Penggunaan sel photovoltaic sebagai desain utama oleh para arsitek semakin meningkat. Sebagai contoh, atap ubin atau slites solar dapat menggantikan bahan atap konvensional. Modul film yang fleksibel bahkan dapat diintegrasikan menjadi atap vaulted, ketika modul semi transparan menyediakan percampuran yang menarik antara bayangan dengan sinar matahari. Sel photovoltaic juga dapat digunakan untuk menyediakan tenaga maksimum ke gedung pada saat hari di musim panas ketika sistem AC membutuhkan energi yang besar, hal itu membantu mengurangi beban maskimum elektik.Baik dalam skala besar maupun skala kecil photovoltaic dapat mengantarkan tenaga ke jaringan listrik, atau dapat disimpan dalam selnya.

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Matahari

Kaca-kaca besar mengkonsentrasikan cahaya matahari ke satu garis atau titik. Panas yang dihasilkan digunakan untuk menghasilkan uap panas. Panasnya, tekanan uap panas yang tinggi digunakan untuk menjalankan turbin yang menghasilkan listrik. Di wilayah yang disinari matahari, Pembangkit Listrik Tenaga matahari dapat menjamin pembagian besar produksi listrik

Berdasarkan proyeksi dari tingkat arus hanya 354MW, pada tahun 2015 kapasitas total pemasangan pembangkit tenaga panas matahari akan melampaui 5000 MW. Pada tahun 2020, tambahan kapasitas akan naik pada tingkat sampai 4500 MW setiap tahunnya dan total pemasangan kapasitas tenaga panas matahari di seluruh dunia dapat mencapai hampir 30.000 MW - cukup untuk memberikan daya untuk 30 juta rumah.

Pemanas dan Pendingin Tenaga Matahari

Panas tenaga matahari menggunakan panas matahari secara langsung. Pengumpul panas matahari diatas atapmu dapat menyediakan air panas untuk rumahmu, dan membantu menghangatkan rumahmu. Sistem panas matahari berdasarkan prinsip sederhana yang telah dikenal selama berabad-abad: matahari memanaskan air yang mengisi bejana gelap. Teknologi tenaga panas matahari yang ada di pasar saat ini sangat efisien dan bisa diandalkan. Saat ini pasar menyediakan tenaga matahari untuk aplikasi dengan cakupan luas, dari pemanas air domestik dan pemanas ruangan di perumahan dan gedung �gedung komersial, sampai pemanas kolam renang, tenaga matahari-pendingin, proses pemanasan industri dan memproses air menjadi tawar.

Saat ini produksi pemanas air panas domestik merupakan aplikasi paling umum untuk tenaga panas matahari. Di beberapa negara hal ini telah menjadi sarana yang umum digunakan oleh gedung tempat tinggal. Tergantung pada kondisi dan konfigurasi sistem, kebutuhan air panas dapat disediakan oleh tenaga matahari hingga 100% . Sistem yang lebih besar dapat ditambahkan untuk menutupi bagian penting dari kebutuhan energi untuk pemanas ruangan. Ada dua tipe teknologi: Tabung vakum - penyedot di dalam tabung vakum menyedot radiasi dari matahari dan memanaskan cairan di dalam, seperti di panel tenaga matahari datar. Tambahan radiasi diambil dari reflektor di belakang tabung. Bentuk bundar tabung vakum membuat cahaya matahari dari berbagai sudut dapat mencapai penyerap secara langsung. Bahkan di saat mendung, ketika cahaya datang dari banyak sudut pada saat bersamaan, tabung vakum kolektor tetap dapat efektif. Kolektor solar panel datar- pada dasarnya merupakan kotak yang ditutupi kaca yang ditaruh di atap seperti cahaya langit. Di dalam kotak terdapat serangkaian tabung pemotong dengan sirip pemotong terpasang. Seluruh struktur dilapisi substansi hitam yang didesain untuk menangkap sinar matahari. Sinar ini memanaskan air dan campuran bahan anti beku, yang beredar dari kolektor turun ke pemanas air di bawah tanah.

Pendingin tenaga matahari: Pendingin tenaga matahari menggunakan sumber energi panas untuk menghasilkan dingin dan /atau mengurangi kelembaban udara dengan cara yang sama dengan lemari pendingin atau AC konvensional. Aplikasi ini cocok dengan energi panas matahari, sejalan dengan meningkatnya permintaan pendingin ketika panas matahari banyak. Pendingin tenaga matahari telah sukses didemonstrasikan. Penggunaan skala besar dapat diharapkan di masa depan, sejalan dengan berkurangnya biaya teknologi ini, terutama untuk sistem skala kecil.

Sumber : http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/Energi-Bersih/Energi_matahari/

Wednesday, September 21, 2011

Batubara Mematikan

Batubara sebagai bahan bakar telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu. Pada awalnya, batubara mengubah sejarah dunia modern dengan mendorong Revolusi Industri di Inggris, sejak itu batubara tak berhenti mengubah wajah dunia dengan berbagai jejak kerusakan yang ditinggalkannya.

Sepanjang siklus pemanfaatannya batubara menimbulkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki pada bumi dan manusia di dalamnya. Siklus hidup batubara mulai dari bawah tanah hingga ke limbah beracun yang dihasilkannya, biasanya disebut sebagai rantai kepemilikan. Rantai kepemilikan ini memiliki tiga rantai utama�penambangan, pembakaran, sampai ke pembuangan limbahnya. Setiap bagian dari rantai ini, menimbulkan daya rusak yang harus ditanggung bumi dan manusia didalamnya.

Penambangan batubara
Penambangan batubara mengakibatkan meluasnya penggundulan hutan, erosi tanah, kehilangan sumber air, polusi udara, dan rusaknya keutuhan sosial masyarakat yang tinggal di dekat lokasi pertambangan. Penambangan batubara besar-besaran mengikis habis tanah, menurunkan tingkat permukaan air, dan menghasilkan jutaan ton limbah beracun,serta menggusur masyarakat adat dari tempat hidupnya dari generasi ke generasi sepanjang puluhan tahun bahkan ratusan tahun.

Kerusakan lingkungan yang terjadi di Pulau Kalimantan, saat ini, adalah fakta hidup dan bukti empiris tak terbantahkan dari begitu dasyatnya kerusakan yang diakibatkan oleh pertambangan batubara.

Pembakaran batubara dan ancaman terbesar terhadap iklim kita
Pembakaran batubara meninggalkan jejak kerusakan yang tak kalah dasyat. Air dalam jumlah yang besar dalam pengoperasian PLTU mengakibatkan kelangkaan air di banyak tempat. Polutan beracun yang keluar dari cerobong asap PLTU mengancam kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar. Partikel halus debu batubara adalah penyebab utama penyakit pernapasan akut, merkuri perusak perkembangan saraf anak-anak balita dan janin dalam kandungan ibu hamil yang tinggal di sekitar PLTU. Dan yang tak kalah penting, pembakaran batubara di PLTU adalah sumber utama gas rumah kaca penyebab perubahan iklim seperti karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan metana yang memperburuk kondisi iklim kita.


Pertambangan batubara yang ditinggalkan dan limbah pembakaran batubara
Jejak kerusakan yang ditinggalkan oleh batubara tidak berhenti di saat pembakarannya. Di ujung rantai kepemilikannya, terdapat pertambangan batubara yang ditinggalkan setelah dieksploitasi habis, limbah pembakaran batubara, dan hamparan alam yang rusak tanpa pernah akan bisa kembali seperti sediakala.

Pertambangan yang ditinggalkan pasca dieksploitasi habis, meninggalkan segudang masalah untuk lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Lubang-lubang raksasa, drainase tambang asam, dan erosi tanah hanya sebagian dari masalah. Hamparan alam yang rusak adalah adalah kondisi permanen yang tak akan pernah pulih , sekeras apapun usaha yang dilakukan untuk mengembalikannya.

Limbah pembakaran batubara sangat beracun, dan membahayakan kesehatan masyarakat, tembaga, cadmium dan arsenic adalah sebagian dari zat toksik yang dihasilkan dari limbah tersebut, yang masing-masing memicu keracunan, gagal ginjal, dan kanker.

Setiap rantai dalam siklus pemanfaatan batubara meyumbangkan kerusakan yang diakibatkan oleh energi kotor ini�masing-masing dengan caranya sendiri. Kerusakan ini nyata dan mematikan.

Harus ada upaya untuk keluar dari ketergantungan energi kotor ini, batubara yang mematikan!

Sumber : http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/Energi-Batu-Bara-yang-Kotor/

Sumber Daya Batubara Indonesia Capai 105 Miliar Ton

Total sumber daya batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan batu bara diperkirakan 21 miliar ton. tambang batubara utama berlokasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. produksi batubara meningkat sebesar 16% per tahun selama 5 tahun terakhir. Saat ini, 75% dari total produksi batubara diekspor, terutama ke Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Eropa.

Sebagian besar dari kualitas batubara ekspor batubara sub-bituminous dan bituminous, sedangkan batu bara peringkat rendah terutama digunakan untuk pasar domestik. �Indonesia akan terus memungkinkan peran ganda batubara, yaitu sebagai sumber penerimaan negara, serta untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Kenaikan permintaan batubara dalam negeri akan sejalan dengan program akselerasi untuk membangun 10.000 MW kapasitas listrik di tahap I dan satu lagi 10.000 MW di tahap II. Pada tahap I, pembangkit listrik adalah 100% batu bara. Untuk tahap II, pembangkit listrik akan terdiri 40% batu bara dan sisa 60% dari energi baru dan terbarukan, terutama panas bumi,� ujar Menteri ESDM saat membuka The 17th Annual Coaltrans Asia, Senin (30/5/2011) kemarin.

Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar akan terus diupayakan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Dalam aspek regulasi, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM No 34 tentang Prioritas Mineral dan Batubara Pasokan Kebutuhan Dalam Negeri. Sesuai Keputusan ini, Domestik Market Obligation (DMO) adalah wajib bagi semua perusahaan pertambangan batubara.

�Kewajiban DMO sebenarnya juga dinyatakan dalam Kontrak Karya Batubara (Timbara). Perusahaan dapat mengekspor bagian produksi setelah kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi,� imbuh Beliau.

Pemerintah telah mengatur harga penjualan batubara yang tercantum dalam Peraturan Menteri Nomor 17/2010, tentang prosedur untuk menetapkan harga patokan dan penjualan mineral dan batubara. Dengan diterbitkannya peraturan ini diharapkan dapat memberikan kepastian acuan bagi produsen dan konsumen batubara, serta mengoptimalkan penerimaan negara harga bagi produsen batubara dan pemain bisnis di Indonesia.

Terkait dengan peningkatan nilai tambah batubara, dalam Undang-Undang Nomor 04/2009 mengamanatkan bahwa semua mineral dan batubara harus diproses di Indonesia. �Ini merupakan salah satu upaya kami untuk mengoptimalkan manfaat dari industri pertambangan bagi rakyat Indonesia. Keberhasilan kebijakan ini akan meningkatkan penerimaan negara, pekerjaan baru terbuka / lapangan kerja, dan menciptakan efek multiplier batubara,� ujar Menteri.

Peningkatan nilai tambah dapat dilakukan anatar lain dengan meningkatkan kualitas batubara (upgrade) peringkat rendah, pencairan, dan gasifikasi. Pada saat ini, beberapa perusahaan swasta yang telah mengembangkan proses untuk meningkatkan batubara peringkat rendah. Beberapa pencairan batubara dan proyek gasifikasi juga berada di bawah perencanaan dan evaluasi. (SF)

Sumber : http://www.esdm.go.id/berita/batubara/44-batubara/4557-sumber-daya-batubara-indonesia-capai-105-miliar-ton.html

Tuesday, September 20, 2011

Batubara Cair Sebagai Energi Alternatif Minyak Bumi

PENGGUNAAN bahan bakar minyak (BBM) sampai saat ini masih sangat dominan dalam pemenuhan energi di Indonesia. Berdasarkan jenisnya BBM yang paling banyak dikonsumsi adalah minyak premium, solar dan minyak tanah.

Menurut data dari Pertamina konsumsi BBM di Bangka Belitung sebesar 362.935 kl/hari terdiri dari premium 142.141 kl, minyak tanah 41.098 kl dan minyak solar 179.935 kl dan telah sesuai dengan kebutuhan melalui perhitungan pemakaian, namun kenyataanya jumlah tersebut selalu kurang dan kadang-kadang menjadi langka, ini terlihat melalui antrian yang panjang pada pembelian di tiap SPBU, sehingga timbul praduga lain, kemana larinya BBM tersebut?

Kelangkaan dan mahalnya harga BBM terutama minyak solar berimbas pada seluruh lapisan masyarakat. Akibatnya semua sektor usaha industri dan perdagangan harus mengimbangi pula dengan kenaikan harga jual barang. Kesulitan BBM yang terus berlarut dapat pula menghambat iklim investasi di suatu daerah, di mana perkembangan industri dan perdagangan sangat erat keterkaitannya dengan ketersediaan BBM.

Persoalan BBM adalah persoalan pemerintah, namun kita berharap ketergantungan pada konsumsi minyak bumi ini akan berkurang dan harus berupaya melakukan penghematan dalam pemakaiannya dan perlu melakukan upaya mencari bahan pengganti. Untuk mengantisipasi kebijakan kenaikan BBM ke depan dengan semakin menipisnya cadangan minyak nasional, diharapkan pemeritah/pemeritah daerah mulai memikirkan atau melakukan diversifikasi energi lain yang lebih murah, salah satunya adalah batubara.

Batubara sebagai Energi

Istilah batubara merupakan hasil terjemahan dari �coal�. Disebut batubara mungkin karena dapat terbakar seperti halnya arang kayu. Defenisi dari batubara itu sendiri menurut Muchjidin (2005),

�Batubara adalah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa organik pembentuk �ash� tersebar sebagai partikel zat mineral dan terpisah-pisah di seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan menjadi plastis apabila dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut kokas. Batubara dapat dibakar untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair atau dihidrogenisasikan untuk membuat metan. Gas sintetis atau bahan bakar berupa gas dapat diproduksi sebagai produk utama dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara dengan oksigen dan uap atau udara dan uap�.

Dari defenisi yang lengkap ini salah satunya adalah selain batubara dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU, beberapa jenis batubara juga dapat diubah menjadi bahan bakar minyak melalui cara pencairan batubara atau tersebut liquifaksi (coal liquiefaction).

Pemakaian batubara sebagai energi telah dilakukan pada abad 19 yaitu untuk menggerakkan lokomotif dan mesin uap. Perkembangan selanjutnya tahun 1949 di Pengaron sebuah dusun di sepanjang Sungai Mahakam (Kaliman Timur) oleh perusahaan Belanda �Oost Borneo Ma�atsc Happij� dioperasikan tambang batubara.

Tahun 1892 pemerintah kolonial Belanda memulai pengoperasian dan memproduksi batubara di Ombilin (Sumatera Barat). Tahun 1919 disusul pembukaan tambang batubara di Bukit Asam (Sumsel), yang kini terbesar di Indonesia. Akhir abad 19 pemakaian batubara mengalami penurunan drastis akibat ditemukannya BBM yang lebih nyaman dan murah. Tahun 1945 - 1970 semua tambang batubara di Indonesia hampir tutup karena tidak ekonomis.

Prospek kebangkitan kembali pertambangan batubara dimulai lagi setelah terjadi krisis BBM tahun 1973 - 1974, sehingga berbagai negara termasuk Indonesia melihat kembali dan membuat kebijakan diversifikasi energi dan batubara menjadi pilihan energi alternatif. Tahun 1976 muncul surat perintah Presiden Republik Indonesia yang memerintahkan kepada Menteri Perkerja Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) agar pemanfaatan batubara dikembangkan lagi, terutama sebagai bahan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pabrik semen. Sebagai dampak dari surat perintah tersebut, tambang-tambang batubara yang tadinya hampir tutup diaktifkan kembali. Kemudian disusul dengan ekplorasi endapan-endapan baru di Kalimantan Timur dan Selatan yang sampai saat ini sedang berproduksi.

Sebagai energi alternatif, batubara diharapkan ke depan selain dapat menggantikan peran minyak bumi juga harus mampu menampung kebutuhan energi yang kian meningkat pemakaiannya .

Sumber Daya Batubara

Batubara makin hari makin menjadi komoditas yang penting karena meningkatnya kebutuhan energi. Tahun 1999 sumber daya batubara mencapai 38,9 miliar ton dan hasil survey sampai tahun 2003 sumber daya batubara mencapai 57,85 miliar ton dan angka ini akan bertambah karena masih terus dilakukan ekplorasi di daerah yang baru. Sumber daya batubara Indonesia terdapat di Sumatera 45 persen, Kalimantan 54 persen, sisanya adalah Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya.

Penggunaan Batubara

Dewasa ini penggunaan batubara di dalam negeri adalah sebagai sumber energi panas dan bahan bakar, terutama dalam pembangkit tenaga listrik dan industri semen serta dalam jumlah yang terbatas pada industri kecil, seperti pembakaran batu gamping, genteng , sebagai reduktor dan industri pelabuhan timah dan nikel. Selain itu batubara Indonesia digunakan untuk ekspor ke berbagai negara antara lain Afrika, Eropa , Amerika dan Asia (Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea) dan lain-lain. Pemakaian batubara terbesar sesuai urutannya adalah PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara, disusul oleh industri aemen yang secara keseluruhan telah beralih ke batubara, kemudian industri kimia, kertas, metalurgi, briket batubara dan penggunaan industri kecil lainya. Penggunaan batubara untuk PLTU pada tahun 1999 sebesar 26,9 juta ton, tahun 2004 sebesar 61,5 juta ton dan sampai tahun 2008 perkiraan pemakaian batubara mencapai 71,8 juta ton. Sedangkan produksi batubara Indonesia sampai tahun 2006 sebesar 160,4 juta ton, ekspor 120,8 juta ton dan pemakaian dalam negeri 35,95 juta ton dengan total produksi 156,75 juta ton.

Batubara Sebagai Bahan Bakar Minyak

Secara umum batubara Indonesia termasuk bahan bakar. Pengubahan batubara dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui pembuatan gas atau gasifikasi dan pencairan batubara atau liquifaksi (coal liquefaction). Dalam proses gasifikasi semua gas organik dalam batubara diubah ke dalam bentuk gas terutama karbonmonoksida, karbondioksida dan hidrogen. Gas ini kemudian dapat diubah menjadi bahan-bahan kimia seperti pupuk dan metanol.

Proses liquifaksi tujuannya adalah mengubah batubara menjadi minyak. Penelitian oleh SASOL (perusahaan yang mengurusi pencairan batubara) di Afrika Selatan telah berhasil mengubah batubara menjadi minyak (Gasoline, Diesel, Jet Fuel ), gas maupun bahan kimia lainnya sehingga Afrika Selatan telah �survive� mengatasi masalah BBM 50 persen kebutuhan BBM Afrika dipasok dari Pabrik Pencairan Batubara sementara SASOL sendiri terdaftar di bursa efek Afrika Selatan dan New York. Produksi SASOL sekitar 150.000 barel/hari.

Pemerintah Indonesia pada tahun 2004 lalu telah mempunyai rencana untuk membangun pilot plant untuk program pencairan batubara di Cirebon (Jawa Barat). Maksud dari pilot plant ini adalah sebagai uji coba dan sekaligus untuk meyakinkan semua pihak bahwa program pencairan batubara ini dapat dilakukan. Teknologi yang akan digunakan adalah teknologi Improve Brown Coal Liquefaction (IBCL) yang dikembangkan oleh Jepang. Sementara Jepang sendiri sudah membangun pilot plant dengan teknologi ini untuk 50 ton/hari di Victoria, Australia.

Pada tahun 2002 pemerintah China telah mengambil keputusan penting, yaitu tidak akan menggantungkan diri pada impor minyak mentah. Sebagai pengganti impor minyak mentah, pemerintah China membuat program pencairan batubara. Untuk mewujudkan program ini perusahaan terbesar di China Shen Hua Group menggandeng perusahaan Amerika Headwaters Technology Innovation (HTI) untuk pencairan batubara secara langsung melalui teknologi yang dikembangkan oleh HTI.

Pemerintah kabupaten Berau (Kaliamantan Timur) juga sangat serius menanggapi persoalan pencairan batubara menjadi minyak sintetis. Dari hasil studi kelayakan, PT Berau Coal berencana akan membangun pabrik ini dengan kapasitas 3.000 ton/hari dan telah menyediakan lahan seluas kurang lebih 60 ha dan rencananya akan dimulai tahun 2009. Untuk membangun pabrik dengan kapasitas 3.000 ton/hari diperlukan dana sekitar USD 800 juta dan produk minyak yang akan dihasilkan 13.350 barrel/hari atau 2.122.650 liter/hari. Jika ditinjau secara kuantitatif, batubara Indonesia sangat dimungkinkan mengganti peran minyak bumi, tanpa terkendala faktor penyediaan.

Bangka Belitung yang secara geografis dekat dengan sumber cadangan batubara (Sumatera Selatan) seyogyanya perlu memikirkan dan mengantisipasi krisis, kenaikan dan kelangkaan BBM ke depan dengan mencoba memanfaatkan energi batubara sebagai bahan bakar, yaitu dengan membangun PLTU, atau mengganti PLTD menjadi PLTU, serta melalui konsorsium untuk merencanakan dan membuat pilot plant pencairan batubara menjadi bahan bakar minyak, seperti yang dilakukan Kabupaten Berau Kalimantan Timur.

Sumber : http://cetak.bangkapos.com/opini/read/205.html

Sunday, September 18, 2011

Biomassa Sumber Energi Masa Depan Indonesia

Sumber energy baru terbarukan sedang digalakan saat ini berbagai kuliah umum, seminar, dan konferensi telah banyak membahas tentang sumber energy baru terbarukan hal ini diharapkan tumbuh gagasan dan ide untuk mencari dan menemukan sumber energy alternative sebagai penyeimbang sumber energy dari bahan bakar fosil. Khususnya untuk Indonesia penggunaan energy masih dominan pada bahan bakar fosil, menurut BPS pada tahun 2008 mencatat penggunaan energi 26,5 % dari gas bumi, 14% dari batubara dan 54 % dari minyak bumi.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa bahan bakar fosil merupakan sumber energy yang tak terbarukan dimana proses pembentukannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Jika sumber energy ini digunakan secara terus menerus maka akan mengalami kelangkaan yang akhirnya berakibat pada krisis energy. Maka dari pada itu penggunaan energi dari bahan bakar fosil harus diseimbangkan dengan sumber energy terbarukan seperti biogas, sel surya, biomassa, angin, biooil, dan lain-lain.

Indonesia memiliki potensi yang besar untuk energy terbarukan salah satunya adalah biomassa, biomassa bisa dijadikan penyeimbang dan meminimalisir ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, biomassa dapat diolah menjadi biogas sebagai penyeimbang gas alam, biooil sebagai penyeimbang minyak, dan briket sebagai penyeimbang batubara serta gas. Selain itu keterdapatan dan pengolahannya dapat dilakukan dengan sederhana maupun perseorangan.

Sejumlah pakar berpendapat, penggunaan biomassa sebagai sumber energi terbarukan merupakan jalan keluar dari ketergantungan manusia pada bahan bakar fossil. Saat ini BPS mencatat cadangan terbukti gas alam Indonesia mencapai 3,18 triliun meter kubik diperkirakan akan habis 46 tahun lagi, cadangan terbukti batubara 4,3 milyar ton diperkirakan akan habis 19 tahun lagi dan cadangan terbukti minyak bumi Indonesia hanya 3,7 milyar barrel diperkirakan akan habis sekitar 10 tahun lagi. Dengan catatan penggunaan energi 26,5 % dari gas bumi, 14% dari batubara dan 54 % dari minyak bumi. Jika biomassa digunakan sebanyak 20% atau lebih maka dapat menghemat bahan bakar fosil sehingga tidak menciptakan masalah krisis energy yang berdampak pada bidang ekonomi dan kelangkaan bahan bakar fosil yang kita takutkan dapat diselesaikan dan biomassa bisa menjadi cadangan energy yang efektif saat mencari atau mengeksplorasi bahan bakar fosil yang masih ada.

Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi yang besar untuk biomassa hal ini dikarenakan Indonesia banyak ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai biomassa baik saat masih hidup maupun sudah mati, berdasarkan studi yang dilakukan sebuah lembaga riset di Jerman (Zentrum for rationalle Energianwendung und Umwelt, ZREU) pada tahun 2000 mengestimasi potensi biomassa Indonesia sebesar 146,7 juta ton per tahun.

Sumber utama dari energi biomassa berasal dari residu padi (potensi energi sebesar 150 GJ/ tahun), kayu rambung/kayu karet (120 GJ/ tahun), residu gula (78 GJ/ tahun), residu kelapa sawit (67 GJ/ tahun dan residu kayu lapis dan irisan kayu/ veneer, residu penebangan, residu kayu ulin, residu kelapa dan sampah pertanian lain (kurang dari 20 GJ/ tahun). Jika potensi ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal maka akan memecahkan permasalahan energy yang terjadi selama ini, salah satu sumber biomassa yang mudah didapatkan dan berada disekitar kita adalah sampah.

Berdasar perhitungan Bappenas dalam buku infrastruktur Indonesia pada tahun 1995 perkiraan timbunan sampah di Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton. Sementara di kota besar produk sampah perkapita berkisar antara 600-830 gram per hari (Mungkasa, 2004). Berdasarkan data tersebut maka kebutuhan TPA pada tahun 1995 seluas 675 ha dan meningkat menjadi 1610 ha di tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi masalah besar dengan terbatasnya lahan kosong di kota besar. Menurut data BPS pada tahun 2001 timbulan sampah yang diangkut hanya mencapai 18,3 %, ditimbun 10,46 %, dibuat kompos 3,51 %, dibakar 43,76 % dan lainnya dibuang di pekarangan pinggir sungai atau tanah kosong sebesar 24,24 % .

Sampah yang dapat dijadikan biomassa yaitu sampah organic yang meliputi sampah atau limbah pertanian dan perkebunan (onggol jagung, sekam padi, tandan kelapa sawit, dan lain-lain), sampah rumah tangga (sayur-sayuran, buah-buahan, dan lain-lain), sampah perkantoran seperti kertas, dan banyak lagi sampah-sampah organic yang dapat dijadikan sumber biomassa. Pemamfaatan biomassa dari sampah dapat menyelesaikan permasalahan sampah yang terjadi saat ini, selama ini kita menganggap sampah sesuatu yang tidak berguna dan sering dibakar secara percuma atau tidak dimanfaatkan sama sekali, padahal jika sampah ini diolah dengan teknologi biomassa seperti pirolisis, gasifikasi, dan karbonisasi maka sampah yang tidak berguna tersebut bisa menjadi sesuatu yang berguna yaitu briket yang dapat dijadikan bahan bakar kompor, bahan bakar cair yang juga dapat dijadikan sebagai bahan bakar kompor, lebih baik lagi menjadi biooil yang dapat menggerakan motor seperti bensin. Selain itu pemamfaatan sampah sebagai biomassa dapat digunakan sebagai tenaga pembangkit listrik biomassa, sampah-sampah organic seperti tandan kelapa sawit jika dimanfaatkan dengan menggunakan pirolisis maka akan mendapatkan gas methane yang dapat digunakan untuk menggerakan turbin, serta menjadi biogas yang berguna bagi kebutuhan energy rumah tangga.

Limbah perkebunan kelapa sawit juga memegang peran penting dalam potensi biomassa di Indonesia, semua libah dari proses pengolahan kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai energy biomassa baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah cair berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) setiap tahun sedikitnya mencapai: 32,3 juta ton. POME ini dapat menghasilkan biogas. Potensi produksi biogas yang berbahan baku limbah cair tersebut diperkirakan 1.075 juta m3 . Nilai kalor ( heating value ) biogas rata-rata berkisar antara 4700�6000 kkal/m 3 (20�24 MJ/m 3 ). Dengan nilai kalor tersebut, 1.075 juta m 3 biogas akan setara dengan 516.000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5.052.5 MWh listrik.

Sebuah studi yang dilakukan ADB dan Golder Associate (2006) yang dikutip dalam TNA Sektor Energi (2009) memperkirakan potensi biomassa dari limbah pabrik minyak kelapa sawit di Indonesia setara sekitar 230.530 TJ per tahun dan produksi listrik potensial yang dapat dihasilkan adalah sekitar 4.243.500 MWh per tahun. Asumsi yang digunakan untuk perhitungan ini adalah potensi TBS sebesar 15,18 juta ton/ tahun, 70% nya digunakan untuk pembangkit listrik yang beroperasi 8000 jam per tahun. Ada beberapa proyek pembangkit listrik berbasis biomassa yang sudah dan sedang dikembangkan di Indonesia. Termasuk diantaranya adalah Proyek BKR Biomass 4 MWe Condensing Steam Turbine di Riau, Proyek Gasifikasi Biomass di Industri Jamur di Jawa Tengah, Pembangkit Listrik Biomassa Mandau di Riau, Proyek Biomassa menjadi Listrik PTIP (7MW) di Riau, Proyek Biomassa menjadi Listrik PTMM 24 MWe di Sumatra Utara, Pembangkit Listrik Biomassa 4 MW dari Kepingan Kayu dan Serbuk Gergaji di Jawa Tengah, Kogenerasi Biomassa Nagamas, Kogenerasi Biomassa Amurang di Sulawesi Utara, MNA Biomass 9.7 MWe Condensing Steam Turbine di Sumatra Utara dan MSS Biomass 9.7 MWe Condensing Steam Turbine di Riau. Pengembangan pembangkit listrik tenaga biomassa ini diharapkan dapat terus dikembangkan karena saat ini potensi yang dimanfaatkan sangat sedikit jika dibandingkan dengan potensi yang dimiliki, Potensi energi biomassa sebesar 50 000 MW hanya 320 MW yang sudah dimanfaatkan atau hanya 0.64% dari seluruh potensi yang ada. Sudah saatnya pemerintah membuat kebijakan untuk pemamfaatan biomassa dan mengembangkan teknologi pemamfaatan biomassa yang efektif dan efisien demi tercapainya keseimbangan sumber energy sehingga Indonesia kedepannya mampu menjadi lumbung energy dunia untuk biomassa.

Teknologi yang telah dikembangkan saat ini meliputi teknologi pirolisis, gasifikasi, dan karbonisasi. Ketiga teknologi ini sudah digunakan untuk memproses biomassa dan mengkonversinya menjadi bahan bakar yang dapat digunakan seperti arang untuk pembriketan, gas metana untuk biogas, serta biooil untuk bahan bakar. Teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk skala kecil maupun besar. Sehingga untuk pemamfaatan biomassa tidak terlalu sulit cukup ada keinginan dan pemahaman mengenai teknologi tersebut dan biomassa sudah dapat digunakan untuk skala individu maupun sekelompok masyarakat. Memang saat ini biomassa tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal karena teknologi yang kurang mendukung samahalnya dengan penggunaan energy fosil, awalnya juga kurang efektif namun beriringan dengan perkembangan zaman yang terus kearah majunya teknologi membuat energy fosil ini dapat dikonversikan dengan baik kebentuk energy lain. begitu pula dengan biomassa saat ini belum ditemukan teknologi yang dapat memanfaatkanya selelvel energy fosil namun dengan berkembangnya zaman maka suatu saat nanti biomassa ini pun akan seperti energy fosil. Maka untuk mencapai itu semua biomassa dengan teknologi yang ada saat ini sudah saatnya digunakan sebagai penyeimbang energy fosil, sehingga mampu merangsang untuk perbaikan teknologi selanjutnya yang akan membawa biomassa sebagai sumber energy dunia disamping energy terbarukan yang lainya.

Pemamfaatan biomassa sebagai penyeimbang energy fosil memiliki beberapa keuntungan diantaranya:

a. Mengurangi adanya gas rumah kaca,

Penggunaan biomassa akan membuat sampah organic yang dapat menghasilkan gas metana dapat dimanfaatkan sehingga gas metana yang menyebabkan terbentuknya gas rumah kaca dapat diminimal. Seperti kotoran-kotoran binatang ternak, tandan kelapa sawit, tongkol jagung, sekam padi, dan lain-lain.

Selain itu penggunaan biomassa akan mengurangi penggunaan energy fosil yang menyumbang gas-gas rumah kaca terbesar saat ini serta penggunaan biomassa ini akan membuat semakin dimanfaatkan lahan kosong untuk menanam tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan biodiesel seperti jarak pagar, kelapa sawit, dan lain-lain.

b. Melindungi kebersihan air dan tanah

Pemamfaatan biomassa akan memanfaatkan sampah yang berbahaya bagi lingkungan karena akan mencemari lingkungan sekitar seperti air dan tanah. Sampah yang tertimbun akan mengeluarkan cairan yang berbahaya dan diserap oleh tanah dan mencemari air tanah, sedangkan air tanah ini digunakan oleh masyarakat untuk konsumsi maupun kebutuhan lain. dengan memanfaatkan biomassa sampah langsung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Sehingga tidak mencemari air dan tanah.

c. Mengurangi limbah organic.

Samahalnya seperti melindungi kebersihan air dan tanah, pemamfaatan biomassa akan mengurangi limbah organic karena sampah hasil olahan pabrik dapat dimanfaatkan untuk biogas.

d. Mengurangi polusi udara.

Pemamfaatan biomassa seperti biogass, biodiesel, dan briket merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan atau sedikit menghasilkan gas-gas berbahaya yang menyebabkan polusi udara.

Keuntungan-keuntungan penggunaan biomassa akan tercapai jika biomassa dimanfaatkan. Pemamfaatan biomassa tidak harus mematikan penggunaan energy fosil namun sebagai penyeimbang penggunaan energy fosil yang ada saat ini. Sehingga kelangkaan energy fosil dapat diperlambat, dan semakin banyak pilihan sumber energy yang kita gunakan akan semakin membuat kehidupan kita didunia semakin membaik.

Potensi besar yang dimiliki oleh biomassa di Indonesia dapat dijadikan penyeimbang penggunaan energy fosil yang sudah mengarah kepunahan, ini dikarenakan potensi yang dimiliki biomassa diantaranya sampah organic, tumbuh-tumbuhan, limbah pabrik sawit, dan kotoran-kotoran binatang ternak sangat banyak dan mudah ditemukan di Negara agraris seperti indonesia. Selain itu pemamfaatan biomassa akan menghasilkan berbagai macam bahan bakar yang dapat dijadikan penyeimbang energy fosil diantaranya briket, biooil, dan biogas serta menyelesaikan permasalahan-permasalahan pencemaran lingkungan seperti udara, air dan tanah.

Sumber : http://blog.unsri.ac.id/sodikin/karya-ilmiah/biomassa-sumber-energi-masa-depan-indonesia/mrdetail/31052/

Monday, September 12, 2011

Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut

Gelombang laut merupakan salah satu bentuk energi yang bisa dimanfaatkan dengan mengetahui tinggi gelombang, panjang gelombang, dan periode waktunya.

Ada 3 cara untuk menangkap energi gelombang, yaitu :
1. Pelampung: listrik dibangkitkan dari gerakan vertikal dan rotasional pelambung
2. Kolom air yang berosilasi (Oscillating Water Column): listrik dibangkitkan dari naik turunnya air akibat gelombang dalam sebuah pipa silindris yang berlubang. Naik turunnya kolom air ini akan mengakibatkan keluar masuknya udara di lubang bagian atas pipa dan menggerakkan turbin.
3. Wave Surge. Peralatan ini biasa juga disebut sebagai tapered channel atau kanal meruncing atau sistem tapchan, dipasang pada sebuah struktur kanal yang dibangun di pantai untuk mengkonsentrasikan gelombang, membawanya ke dalam kolam penampung yang ditinggikan. Air yang mengalir keluar dari kolam penampung ini yang digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menggunakan teknologi standar hydropower.

Energi ini dapat dikonversi ke listrik lewat 2 kategori yaitu off-shore (lepas pantai) and on-shore (pantai). Kategori lepas pantai (off-shore) dirancang pada kedalaman sekitar 40 meter dengan menggunakan mekanisme kumparan seperti Salter Duck yang diciptakan Stephen Salter (Scotish) yang memanfaatkan pergerakan gelombang untuk memompa energi. Sistem ini memanfaatkan gerakan relatif antara bagian/pembungkus luar (external hull) dan bandul didalamnya (internal pendulum) untuk diubah menjadi listrik. Peralatan yang digunakan yaitu pipa penyambung ke pengapung di permukaan yang mengikuti gerakan gelombang. Naik turunnya pengapung berpengaruh pada pipa penghubung selanjutnya menggerakan rotasi turbin bawah laut.

Di Amerika Serikat, telah ada perusahan yang mengembangkan untaian buoy pelampung plastik yang mendukung penghasil listrik ini. Setiap Buoy pelampung bisa menghasilkan 20 kW listrik dan saat ini telah dikembangkan untuk mengisi ulang energi (recharge) bagi robot selam angkatan laut AS dan digunakan bagi komunitas kecil. Cara lain untuk menangkap energi gelombang lepas pantai adalah dengan membangun tempat khusus seperti sistem tabung Matsuda, metodenya adalah memanfaatkan gerak gelombang yang masuk di dalam ruang bawah dalam pelampung dan sehingga timbul gerakan perpindahan udara ke bagian atas pelampung. Gerakan perpindahan udara ini menggerakkan turbin. Pusat Teknologi Kelautan Jepang telah mengembangkan prototype jenis ini yang disebut �Mighty Whale� berupa peralatan penangkap gelombang yang di tempatkan di dasar laut (anchored) dan di** SENSOR ** dari pantai untuk kebutuhan listrik di pulau-pulau kecil.

Sistem on-shore mengkonversi gelombang pantai untuk menghasilkan energi listrik lewat 3 sistem: channel systems, float systems dan oscillating water column systems. Prinsipnya energi mekanik yang tercipta dari sistem-sistem ini secara langsung mengaktifkan generator dengan mentransfer gelombang pada fluida, air atau udara penggerak yang kemudian mengaktifkan turbin generator. Pada channel systems gelombang disalurkan lewat suatu saluran kedalam bangunan penjebak seperti kolam buatan (lagoon).

Ketika gelombang muncul, gravitasi akan memaksa air melalui turbin guna membangkitkan energi listrik. Pada float systems yang mengatur pompa hydrolic berbentuk untaian rakit-rakit dihubungkan dengan engsel-engsel (Cockerell) bergerak naik turun mengikuti gelombang. Gerakan relatif menggerakkan pompa hidrolik yang berada di antara dua rakit. Tabung tegak Kayser juga dapat digunakan dengan pelampung yang bergerak naik turun didalamnya karena adanya tekanan air. Gerakan antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik yang diubah menjadi energi listrik. Oscillating water column systems menggunakan gelombang untuk menekan udara diantara kontainer. Ketika gelombang masuk ke dalam kolom kontainer berakibat kolom air terangkat dan jatuh lagi sehingga terjadi perubahan tekanan udara. Sirkulasi yang terjadi mengaktifkan turbin sebagai hasil perbedaan tekanan yang ada. Beberapa sistem ini berfungsi juga sebagai tempat pemecah gelombang �breakwater� seperti di pantai Limpit, Scotlandia dengan energi listrik yang dihasilkan sebesar 500 kW. Ada empat teknologi energi gelombang yaitu sistem rakit Cockerell, tabung tegak Kayser, pelampung Salter, dan tabung Masuda.

Sistem rakit Cockerell berbentuk untaian rakit-rakit yang saling dihubungkan dengan engsel-engsel dan sistem ini bergerak naik turun mengikuti gelombang laut. Gerakan relatif rakit-rakit menggerakkan pompa hidrolik yang berada di antara dua rakit. Sistem tabung tegak Kayser menggunakan pelampung yang bergerak naik turun dalam tabung karena adanya tekanan air. Gerakan relatif antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik yang dapat diubah menjadi energi listrik. Sistem Pelampung Salter memanfaatkan gerakan relatif antara bagian /pembungkus luar (external hull) dan bandul didalamnya (internal pendulum) untuk diubah menjadi energi listrik. Pada sistem tabung Masuda metodenya adalah memanfaatkan gerak gelombang laut masuk ke dalam ruang bawah dalam pelampung dan menimbulkan gerakan perpindahan udara di bagian ruangan atas dalam pelampung. Gerakan perpindahan udara ini dapat menggerakkan turbin udara.Lokasi potensial untuk membangun sistem energi gelombang adalah di laut lepas, daerah lintang sedang dan di perairan pantai. Energi gelombang bisa dikembangkan di Indonesia di laut selatan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Cara kerja pembangkit listrik baru ini sangat sederhana. Sebuah tabung beton dipasang pada suatu ketinggian tertentu di pantai dan ujungnya dipasang dibawah permukaan air laut. Tiap kali ada ombak yang datang ke pantai, air di dalam tabung beton itu akan mendorong udara yang terdapat di bagian tabung yang terletak di darat. Pada saat ombak surut, terjadi gerakan udara yang sebaliknya dalam tabung tadi. Gerakan udara yang bolak-balik inilah yang dimanfaatkan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan sebuah pembangkit listrik. Sebuah alat khusus dipasang pada turbin itu supaya turbin hanya berputar satu arah, walaupun arah arus udara dalam tabung beton itu silih berganti.
Kolom Air Bergerak kesana kemari ( Owc): Kolom Air yang bergerak kesana kemari dan diteliti yang dikembangkan dari semua alat garis pantai. Kolom Air bergerak kesana kemari menggunakan suatu struktur yang secara parsial menyelam untuk memanfaatkan tenaga potensial dan kinetik meliputi suatu gelombang samudra. Untuk membangun OWC yang diperlukan adalah suatu perhatian utama sebab keseluruhan lokasi harus � kering�. Suatu dinding penghalang pada umumnya dibangun pada atas/sisi samudra area konstruksi. Walaupun alat ini adalah lebih mudah untuk mengakses dibanding generator lepas pantai ongkos bangunan suatu dinding penghalang adalah penting. Bagian yang atas struktur adalah berongga dengan suatu pelabuhan pada bagian belakang turbine/generator baik ( gambar 1). Dinding Medan meluas ke dalam air dan perlu untuk secara penuh menyelam terus menerus. Dalam kaitan dengan keperluan ini fluktuasi yang pasang surut harus dibandingkan secara relatif kecil kepada ukuran struktur [itu].
Asumsikan garis yang merah membujuk untuk terus gambar 1 adalah permukaan air diwakili. Jika ini adalah kasus, ketika gelombang yang datang/berikutnya menyalurkan ke dalam struktur, sebagian dari airflow akan lepas kebalikan arah gelombang sebab akan tidak ada � segel� memaksa angkasa sampai pelabuhan pada atas dinding belakang struktur . Seperti itu, fluktuasi yang pasang surut harus tidak menetes jatuh di bawah tepi alas dinding medan dalam rangka memelihara parameter operasional. Ketika gelombang mendekati, itu menyebabkan udara untuk memaksa supaya ruang/daerah dan ke luar dari pelabuhan, dekat dinding belakang. Ketika gelombang mundur arah kebalikan, udara ditarik dari pelabuhan pada dinding belakang sampai turbin dan ke luar dekat pintu masuk dinding medan. Turbin baik dengan sendirinya adalah terobosan yang utama di dalam implementasi OWC , pemanfaatan dua cara perputaran generator searah. Walaupun OWC mempunyai potensi maha besar ketika diterapkan dengan energi samudra mempunyai beberapa kelemahan. Awal ongkos dinding penghalang dan lampiran adalah sangat tinggi sebab kebanyakan penempatan adalah jalan masuk ke alat berat. Pada umumnya pantai lokasi sukar untuk diperoleh, tergantung pada penetapan wilayah. Lagipula lokasi karang ini adalah pantas untuk penempatan berbagai jenis hidup samudra dan kadang-kadang yang dilindungi di depan hukum. Seperti tersebut sebelumnya, masalah utama dengan OWC sedang memanfaatkan bi-directional arus udara itu menyajikan. Penggunaan suatu Mekanik Turbin menggabungkan dengan suatu generator induksi adalah bentuk wujud khas dari suatu OWC.

Keuntungan pemanfaatan energi gelombang ini adalah:
1. Energi ini bebas, tidak perlu bahan bakar, tidak ada limbah/polusi
2. Sumber energi yang dapat diperbaharui
3. Dapat menghasilkan banyak energi
4. Biaya tidak mahal

Sedangkan kelemahannya adalah:
1. Sangat tergantung dengan karakteristik gelombang, kadang-kadang bisa menghasilkan energi yang besar, kadang-kadang tidak ada.
2. Perlu satu lokasi yang tepat dimana gelombangnya konsisten besar.
3. Alatnya harus kokoh sehingga tahan terhadap kondisi cuaca yang jelek

Turbin baik :
Salah satu permasalahan yang paling besar yang menyertakan generasi tenaga gelombang adalah fakta keadaan laut yang sederhana adalah suatu unsur yang sangat bersifat menghancurkan, terutama ketika dalam hubungan dengan bagian mekanis untuk menentukan jangka waktu. Ini telah dipecahkan di dalam disain OWC dengan penggunaan udara dipaksa sebagai ganti seawater untuk memutar generator. Masalah yang berikutnya ditemui yaitu usaha untuk menggunakan kedua arus udara yang disajikan oleh OWC. Turbin baik telah dirancang oleh Alan Well pada tahun 1980. Pumpun primernya adalah untuk kembangkan suatu turbin yang bisa menerima dua jalan/cara searah yang mengalir hanya memutar satu arah, dengan mengabaikan arah air atau airflow. Seperti ditunjukkan gambar 2-b, perancangan mata pisau diri mereka adalah inovasi turbin baik.

Mata pisau adalah serupa untuk suatu kerjang udara kalau tidak mereka adalah simetris tentang poros yang horisontal, yang secara khas kerjang udara adalah berbentuk lonjong dalam keadaan dan tidak simetris. Suatu kerjang udara hanya menggunakan dan mengangkat kekuatan menyajikan, sedang turbin baik menggunakan itu untuk mengangkat dan kakas seret untuk memperoleh suatu yang self-rectifing yang searah perputaran generator. Ketika angkasa pindah ke hal positif atau hal negatif yang arah mata pisau berputar ke arah yang sama ( gambar 2-a).
Kelemahan pada jenis ini adalah kerugian aerodinamika yang terjadi. Kebanyakan turbin beroperasi pada 85% dan di atas untuk efisiensi tetapi turbin baik hanya beroperasi pada 80% efisiensi . Lagipula ketika ukuran ombak adalah yang terlalu kecil turbin benar-benar melepaskan tenaga generator untuk tinggal pada beroperasi kecepatan. Selama kondisi-kondisi badai ketika angkasa percepatan menjadi ekstrim dan pergolakan kembangkan di sekitar mata pisau dan efisiensi secara dramatis berkurang. Pada intinya beroperasi toleransi untuk kondisi-kondisi gelombang adalah sangat sempit.

TAPCHAN:
TAPCHAN adalah suatu singkatan untuk saluran yang diruncingkan dan telah dirancang dan diterapkan oleh peneliti orang Norwegia pada tahun 1985 . Lokasi yang menghadap samudra dan dikelilingi oleh dinding beton tinggi adalah suatu bentuk setengah bola pada sisi masing-masing ( gambar 3 ). Air masuk kepada struktur adalah suatu nilai/kelas sedikit [sebagai/ketika] didekati dari pantai dengan suatu reservoir pada sisi yang jauh. Saluran yang sangat lebar/luas terdekat ke laut dan meruncingkan bagi suatu lebar lebih kecil ketika mendekati reservoir.
Ketika reservoir mengisi air yang mendesak ke arah saluran reservoir, yaitu suatu turbin yang memondokkan. Turbin Pemintalan menghasilkan listrik, yang mana adalah sangat serupa dengan suatu pembangkit tenaga listrik listrik tenaga air. Susunan ini memerlukan yang sempurna rata-rata tenaga getaran dalam rangka mempunyai cukup kekuatan untuk mendorong kebanyakan dari air ke dalam reservoir. Lagipula perubahan yang pasang surut dapat tidak ada lagi 1m dari tinggi ke air surut untuk memastikan bahwa korset reservoir itu penuh.

Potensi Daya
Untuk memprediksi daya yang dapat dibangkitkan di pantai dilakukan dengan memanfaatkan data angin. Angin yang bertiup dipermukaan laut merupakan faktor utama penyebab timbulnya gelombang laut. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk. Menurut teori Sverdrup, Munk dan Bretchneider (SMB) kecepatan angin minimum yang dapat membangkitkan gelombang adalah sekitar 10 knot atau setara dengan 5 m/det. Untuk mengkonversi tinggi dan perioda gelombang digunakan persamaan gelombang untuk perairan dangkal (CERC,1984). Persamaan yang digunakan adalah:
rumus:
Dimana:
F = panjang fetch
UA = faktor stress angin
G = percepatan gravitasi
Sedangkan Daya yang dapat dibangkitkan dari energi gelombang dihitung dengan menggunakan persamaan daya gelombang, yaitu:

P = 0.55 H2S Tz kW/m (3)

dimana P adalah daya (kW/m panjang gelombang), H adalah tinggi gelombang (m), S adalah perioda (detik), dan Tz adalah zero crossing period.

Kesimpulan:
Di dalam alat keduanya kita harus mengevaluasi masing-masing pada jasa sendiri dan pada penempatan dari implementasi yang diinginkan. Kedua-duanya alat ini mempunyai suatu potensi besar, hanyalah sebab ketiadaan minat di dalam energi dapat diperbaharui aplikasi dari teknologi baru belum terjadi. Dengan lebih riset dan membiayai kedua-duanya dari alat ini bisa mempunyai suatu banyak area aplikasi lebih luas.

Sumber : http://www.google.co.id
http://niganku.wordpress.com/2011/04/09/pembangkit-listrik-tenaga-gelombang-laut/

Thursday, September 8, 2011

Kincir Air Kaki-Angsa, suatu Inovasi Listrik Mikrohidro, di Malang

Tujuannya adalah untuk menghasilkan energi listrik tanpa menggunakan bahan bakar fosil.
Prinsip Kerja
Prinsip kerja kincir kaki angsa ini didasari oleh cara kerja kaki angsa pada waktu berenang. Kalau kita perhatikan secara seksama angsa berenang dapat bergerak maju ini disebabkan susunan selaput kaki angsa yang dapat membuka dan menutup; jika kaki angsa bergerak ke depan maka susunan selaput kaki menutup sehingga gaya tekanan air yang menghambat kaki angsa kecil dan bila kaki angsa bergerak ke belakang selaput kaki angsa membuka dan gaya tekan yang mengenai kaki angsa besar hingga dapat mendorong badan angsa maju ke depan.

Gerakan kaki angsa maju mundur pada waktu berenang sebenarnya terjadi dua gaya yang bekerja pada kaki angsa yang berlawanan arah diubah menjadi satu arah dengan cara membuka dan menutup selaput kaki angsa.

Kalau kita perhatikan pada gambar di atas, dapat dideskripsikan bahwa dua kaki angsa tersebut bergerak berlawanan, satu kaki mengayun ke depan satu kaki lainnya mengayun ke belakang. Kaki angsa yang mengayun ke belakang selaput kaki membuka sehingga dapat menghadang air dan menimbulkan gaya dorongan ke depan, sedangkan kaki angsa ke depan selaput kaki dilipat sehingga dapat hambatan yang kecil tidak menimbulkan dorongan ke belakang dari gerakan ini dapat kita simpulkan bahwa:

"dua gaya yang bekerja pada satu garis lurus dan berlawanan arah dapat diubah menjadi satu gaya dengan cara membuat perbedaan besar gaya tersebut."

Bila sebilah lembaran besi baja atau terbuat dari papan kayu dimasukkan di dalam air sungai yang mengalir diberi as/poros di tengah papan tersebut maka papan tersebut mendapat gaya dorong dari depan baik papan yang ada di bawah poros maupun yang di atas poros mendapat gaya yang sama besar, dalam keadaan demikian papan tidak dapat berputar atau bergerak karena gaya dorong ke belakang yang diterima papan di bawah poros mengungkit ke depan di atas poros, sedangkan papan atas poros juga mendapat gaya dari depan maka terjadilah tabrakan dua gaya yang berlawanan arah sama besar. Untuk mendapatkan gerakan berputar seperti yang diinginkan gaya yang didapat dua bagian papan tersebut harus dibuat berbeda dengan cara melipat salah satu bagian papan tersebut.
Desain Alat
Desain/bentuk kincir ini (Kincir Kaki Angsa) hampir sama dengan kincir air yang dipergunakan petani untuk mengairi sawah. Hanya ada beberapa bagian yang dirubah disesuaikan dengan kebutuhan.
Berdasarkan pengalaman di atas, kincir kaki angsa ini dirancang lebih pendek dan lebih panjang dan seluruh badan kincir kaki angsa ini dirancang lebih pendek dan lebih panjang dan seluruh badan kincir di benamkan atau dipasang di dasar sungai sehingga tidak terpengaruh dengan pasang surut air sungai maka bentuk kincir ini dirancang khusus agar dapat berputar di dalam air.

Hasil Riset
Hasil riset atau uji coba yang dilaksanakan di Kali Anyar Kelurahan Kedung Kandang Kota Malang, alat ini secara optimal mampu mengeluarkan energi listrik dengan daya sebesar 2,5 Kwh (2500 Watt).

Padahal dalam kondisi seperti itu, kincir ini sebenarnya mampu mengeluarkan listrik dengan daya 10 Kwh (10.000 Watt) untuk kebutuhan 20 - 30 warga desa.
Dimensi 2 kincir ini dikopel jadi satu, dengan panjang 6 meter lebar 2 meter dengan ketinggian 2,5 meter. Kecepatan air yang diperlukan minimal 0,40 meter per detik dengan kedalaman sungai antara 40 - 100 cm.

Tabel Potensi dan Kapasitas Daya Kincir.
1. Kedalaman Air 40 cm, Kecepatan Air 0,6 m/dtk, Daya 2,5 KWh
2. Kedalaman Air 70 cm, Kecepatan Air 0,7 m/dtk, Daya 5 KWh
3. Kedalaman Air 90 cm, Kecepatan Air 0,8 m/dtk, Daya 7,5 KWh
4. Kedalaman Air 100 cm, Kecepatan Air 0,9 m/dtk, Daya 10 KWh
Pada gambar di atas, bagian atas poros di beri lipatan atau dapat melipat. Kalau kita perhatikan gambar 3 maka ada dua gaya bekerja pada suatu garis berlawanan arah tetapi besar gaya tidak sama sehingga arah gaya yang lebih kecil mengikuti gaya yang lebih besar.Papan bagian bawah poros mendapat gaya yang lebih besar hal ini papan di atas poros dapat melipat sehingga gaya yang diterima lebih kecil jika dibandingkan gaya yang diterima papan bagian bawah. Pada akhirnya papan di bawah poros mendapat gaya dorong ke belakang. Karena papan atas dan bawah dipasang pada suatu ruas maka pergeseran papan bawah poros ini akan mengungkit papan bagian atas ke depan. Jika papan ini dirangkai dengan 6 papan maka akan terjadi gerakan memutar.

PENGUNGKIT
Kincir air kaki angsa memiliki kelebihan bahwa dapat ditempatkan pada stream air yang tidak terlalu dalam dan arus air yang relative lambat, bahkan dapat bekerja pada arus air yang berlawanan (dua arah).

Kincir air kaki angsa ini merupakan terapan teknologi terpakai sangat relevan untuk komunitas yang belum terjangkau listrik, sehingga dapat sebagai alat untuk menumbuhkan perilaku mandiri pada komunitas tersebut.

PENDULUM
Beberapa kincir air kaki angsa ini dapat dipasang & dioperasikan dalam satu jalur sepanjang aliran tertentu, untuk menghasilkan listrik. Contoh: panjang aliran 100 meter, dapat di pasang 10 kincir tersebut dengan jarak masing-masing sekitar 10 meter.

Jumlah daya yang diciptakan oleh kincir tersebut bila kita konversikan ke batubara dengan heating value 6.800 kkal/kg, sbb:

Bila kincir air kaki angsa itu beroperasi selama 1 jam dengan daya 2500 watt, hal itu setara dengan 3,15 kg batubara. Arti-nya 3,15 kg batubara tidak dibakar pada waktu tersebut (di PLTU), ini yang disebut ramah lingkungan.

Sumber : http://www.kendali.net/artikel.php?id=Kincir%20Air%20Kaki-Angsa,%20suatu%20Inovasi%20Listrik%20Mikrohidro,%20di%20Malang.

Tags